Menoleh historis Pelabuhan Idi, Kabupaten Aceh Timur, adalah salah satu pelabuhan di Aceh yang telah dikunjungi kapal-kapal asing sebelum Negera Republik Indonesia merdeka. Ketika Stamford Raffles membuka Pulau Penang Malaysia sebagai kota dagang di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1805. Dan seiring kemajuan Penang sebagai kota transit perdagangan rempah di Asia. Pelabuhan Idi juga mulai berkembang sebagai salah satu pelabuhan di Aceh yang kerap berlabuh kapal-kapal asing di dermaga mengangkut hasil rempah dari pantai timur Aceh ke Penang.
Sejak itu pula, sekitar tahun 1870 masyarakat Thionghoa mulai berdatangan ke Idi melalui Pelabuhan Idi. Hal itu dibuktikan dengan dibangunnya sebuah Vihara Murni Sakti (Tepekong) 1886, yang sampai hari ini masih kokoh terlihat di tengah Kota Idi, Ibu Kota Kabupaten Aceh Timur. Dahulu pelabuhan Idi, dikenal sebagai pelabuhan umum dan pelabuhan dagang dengan aktifitas eksport-import rempah (Lada, Pala, Kopra, Cengkeh dan lain-lain) dari pantai timur Aceh menuju ke Penang Malaysia dan import barang dari Penang. Dahulu Pelabuhan Idi juga pernah digunakan sebagai pelabuhan bagi jamaah haji Aceh berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Pelabuhan Idi dahulu juga memiliki kabel jaringan telepon ke Penang, Malaysia. [1]
Seiring majunya sektor perikanan tangkap setelah Negara Republik Indonesia Merdeka. Pelabuhan Idi berubah bentuk dari pelabuhan umum menjadi pelabuhan perikanan dengan hadirnya sebuah Tempat Pendaratan Ikan (TPI) atau dalam bahasa Aceh disebut Lentee, 1974 di kawasan Gampong Jawa, yang kemudian dipindahkan ke Desa Blang Geulumpang, lokasi Pelabuhan Perikanan Nusnatara (PPN) Idi, sekarang ini.
Seriusnya H. Ir. Abdullah Puteh, M.Si Pengembangan Pelabuhan Idi
Ketika Gubernur Aceh yang ke 15 dijabat oleh Putra Idi, Dr. Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si, periode 2000-2004. Seorang Tokoh Idi, Alm Tahiruddin Bin Muhammad Hasan (Panglima Laot Lhok Idi Periode 1998-2006) mecoba mengukir master plan pengembangan Pelabuhan Idi pada selembar kertas putih dan mengirim kepada Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
Gayung bersambut, impian dan gagasan Alm Tahiruddin disambut oleh Gubernur Aceh kala itu. Setahun sebelum beliau habis masa jabatanya, Abdullah Puteh mengelurakan surat Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor, 34 Tahun 2003 tentang pengembangan Pelabuhan Idi. Pada akhirnya PPI Idi diambil alih pengelolaannya di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan membentuk satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pelabuhan Perikanan Idi untuk mempercepat proses pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan.
Berdasarkan Keputusan Gubernur, maka selanjutnya proses pembangunan pelabuhan Idi diawali dengan pembebasan lahan oleh dinas terkait (dinas Pengairan, dinas Kelautan dan Perikanan Aceh dan Dinas Kekayaan dan pendapatan Aceh) dengan luas areal mencapai 61.5 Ha. Ternyata dibalik pembebasan lahan tersebut, ada peran penting Anggota DPRA Tgk H. Murhaban Makam, kala Itu beliau dengan posisi strategis di Komisi Anggaran menyetujui 47 miliar APBA selama tiga tahun dikucurkan untuk pembebasan lahan lokasi PPN Idi, yang saat ini telah dimanfaatkan di dua lokasi pelabuhan bagian barat dan selatan. Sampai hari ini PPN Idi mempunyai lahan 61.5 Hektar dan tidak bertambah lagi hingga saat ini.
Bukan sekedar pembesaan lahan, Putra kelahiran Simpang Ulim Aceh Timur tersebut, terus mengupayakan lobi ke APBA guna melanjutkan pembangunan Jetty dan break water dilakukan pada tahun 2004 oleh Dinas Pengairan dan Sumberdaya Air yang panjangnya mencapai 800 meter menjorok kelaut.
Semangat untuk mempercepat proses pembangunan dan pengembangan UPTD Pelabuhan Perikanan Idi, tidak berhenti begitu saja. Ketika Aceh dinahkodai oleh Drh. H. Irwandi Yusuf, maka kala itu diterbitkanlah Surat Keputusan Gubernur Aceh nomor : 050/ 300/ 2009 tanggal 17 Juni 2009 tentang pembentukan Tim Koordinasi pengembangan Kuala Idi Aceh yang terdiri dari enam belas dinas terkait untuk sama-sama melaksanakan pembangunan pelabuhan perikanan di dalam hal sharing anggaran pembangunan.
Impian H. Murhaban Makam : Dari Muara Angke ke Pelabuhan Idi
“Kala itu saya bersama rombongan kunker ke Muara Angke, sebuah pelabuhan perikanan di Jakarta, yang letaknya hampir sama dengan pelabuhan Idi. Berawal dari sana maka timbullah semangat saya untuk mengupayakan pelabuhan Idi, sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat nelayan Aceh Timur yang hampir 40 ribu orang bergantung hidup di sana,” kata H. Murhaban Makam.
Semangatnya terus menggebu, maka setelah pihaknya melakukann Pansus ke Pelabuhan Idi, lalu bertemu dengan Gubernur Aceh, Bapak Abdullah Puteh menyampaikan tetang potensi Pelabuhan Idi yang harus dikembangkan secara profisional di wilayah Pantai Timur Aceh.
“Kala itu Gubernur Aceh, Bapak Abdullah Puteh menyambut baik kedatangan kami dan beliau sangat serius untuk melakukan pengembangan pelabuhan Idi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur kala itu,” kisah Politis Partai Persatuan Pembangunan tersebut.
Katanya, awalnya melalui lobi-lobi di tingkat Provinsi, maka lahirlah pembangunan dermaga kapal Roro (singgah). Lalu dilanjutkan dengan pembebasan lahan. “Selama tiga tahun pembebasan lahan dengan anggaran 47 milyar, itu tidak habis anggarannya, “ papar H. Murhaban Makam.
Kepada Penulis, Anggota DPRA tersebut, berharap impian pengembangan pembangunan pelabuhan Idi harus terus berlanjut, susuai dengan master plan awal, dengan adanya Sekolah Ilmu Perikanan, adanya Coolstorage, pengemasan ikan, adanya hotel, dan adanya kapal keruk dipelabuhan tersebut untuk dapat setiap saat melakukan pengerukan jalur pelayaran.
“Kita berharap kedepan, pelabuhan Idi juga harus bisa menjadi pelabuhan ekspor ikan dan komoditi lainnya ke luar negeri,” demikian impian dan harapan Anggota DPR Aceh H. Murhaban Makam yang berharap tidak sirna ditelan masa.[]
Impian Irwandi Yusuf : Ikan Dari Pantai Timur Aceh Dapat di Esport Melalui Pelabuhan Idi
Masa Aceh di pimpin Irwandi Yusuf Periode 2009- 2013, ketika beliau meresmikan Pelabuhan Perikanan Idi mengatakan, Pelabuhan Idi adalah satu sektor andalan Aceh, dan mempunyai prospek yang bisnis besar di pantai timur Aceh.
“Idi adalah daerah penghasil ikan terbesar di Aceh, selama ini ikan dari wilayah ini, banyak yang dibawa ke Sumatera Utara, selanjutnya di ekspor ke luar negeri melalui Medan. ”kata Irwandi.
Kala itu, Impian Irwandi Yusuf, ikan dari Aceh Timur dapat dieksport ke luar negeri melalui pelabuhan Idi, sehingga harga ikan dapat lebih menguntungkan nelayan di daerah ini.
Gerak nadi pelabuhan Idi terus dikembagkan oleh pihak UPTD Pelabuhan Perikanan Nusantara Idi. Namun disebalik giatnya Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Kelauatan dan Perikanan Aceh. Namun Jalur pelayaran Pelabuhan Kuala Idi sampai hari ini belum memberi manfaat kepada masyarakat nelayan akibat jalur pelayarannya dangkal dan kapal nelayan sering KANDAS saay hendak mamasuki jalur pelayaran PPN tersebut.
Meski pihak DKP Provinsi Aceh telah mengangarkan anggaran lebih kurang Rp5 miliar untuk pengadaan Ponton dan Escavator pengerukan jalur pelayaran tahun 2020. Namun sampai hari ini kapal nelayan masih saja kandas di muara Pelabuhan Perikanan Nusantara Idi. []