Perusahaan minyak asal Belanda Koninklijke sulit untuk dapat melakukan eksplorasi minyak tanah di Ranto Peureulak. Kendatipun mereka mengetahui bahwa minyak tanah meluap dengan sendirinya di beberapa tempat di kawasan itu.
Seperti ditulis Paul van’t Veer dalam bukunya De Atjeh-oorlog dengan sub judul “Minyak Tanah di Peurelak”. Meskipun perusahaan minyak Belanda tersebut telah memperoleh konsensi dengan Sultan Peureulak kala itu. Namun perusahaan minyak tersebut tidak dapat melakukan eksplorasi secara maksimal karena sering mendapat gangguan dari pejuang Aceh.
Pada 1895 Sultan Peureulak memberikan konsensi Holland -Peureulak Petroleum Maatsschappij yang didirikan khusus untuk eksplorasi minyak tanah di Ranto Peureulak. Pada tahun 1897 pertambangan minyak tanah di Ranto Peureulak sangat pesat hingga perusahaan minyak Belanda itu menandatangi perjanjian bagi hasil dengan kerajaan Islam Peureulak.
Dalam beberapa tahun raja Peureulak menjadi raja terkaya di Aceh, seperti raja Deli di Sumatera Timur kaya dengan hasil tembakau. Tulis Paul Van’t veer dalam bukunya De Atjeh-oorlog.
Hingga kini minyak tanah masih saja meluap di perut bumi Nurul Akla tersebut. Pertumbuhan ekonomi masyarakat meningkat selama tambang minyak tradisional masih saja meluap dari perut bumi Nurul Akla ini.
Seperti diceritakan Ardi (54) warga Ranto Peureulak kepada penulis, di Ranto Peureulak beberapa waktu lalu. Bahwa setelah Asamera LTD gulung tikar di Ranto Peureulak, kondisi perekonomian di kecamatan pemekaran dari Peureulak itu sempat sepi.
Beberapa tahun terakhir ini, ketika sumur minyak tradisional kembali meluap, beberapa desa tertinggal di Kecamatan Ranto Peureulak, seperti Blang Barom, Seunubok Dalam, Seulemak Muda, Pulau Blang, dan Mata Ie, terjadi peningkatan ekonomi masyarakat.
Ardi sendiri yang dulunya buruh kebun kelapa sawit dengan penghasilan pas-pasan, kini Ia telah mendapat penghasilan yang lumayan selama bekerja sebagai operator ditambang minyak tradisional.
“Alhamdulillah, berkat adanya tambang minyak tradisional ini, saya mampu membiayai keluarga dan anak-anak bersekolah, lumayan lah,” kata Ardi.
Cerita Ardi, ada warga yang dulunya bekerja sembrawutan dengan penghasilan pas-pasan, kini telah menjadi pengusaha berkat meluapnya minyak di bumi Ranto Peureulak. Sambung Ardi dari hasil tambang tradisional pendapatan keuangan desa juga meningkat dengan terbangunnya infrastruktur lebih baik.
“Banyak infrastruktur seperti jalan, menasah, Masjid dan sarana lainnya yang dibangun dari hasil tambang minyak tradisional di sini,” papar Ardi.
Ardi dan masyarakat yang hari-hari bergantung hidup dari lelesan minyak mentah di Ranto Peureulak, sangat bersyurkur atas keberkahan hasil bumi yang tersedia di Ranto Peureulak saat ini. “Kami sangat bersyukur dengan adanya tambang minyak ini terbauka lapangan kerja bagi kami,” ujar Ardi.
Ardi tidak menepis, kondisi tambang minyak tradisional mengandung resiko. Akan tetapi kata Ardi, apapun pekerjaan yang digeluti pasti ada resiko.
“Seorang nelayan resikonya di laut, dan seorang prajurit resikonya dalam berperang, seorang sopir resikonya kecelakaan di jalan, dan kami penambang tradisional juga ada resiko. Namun kita terus berupaya untuk memperkecil resiko dengan lebih berhati-hati dan safety yang bagus,” demikian Ardi.
Minyak tanah yang meluap dari perut bumi Ranto Peureulak dari sejak dahulu hingga hari ini telah membawa keberkahan kepada banyak masyarakat Peureulak – Aceh Timur dan sekitarnya. [tamat]