FREELINENEWS.COM | ACEH TIMUR – Kawanan gajah sumatera kembali merusak kebun warga di warga Dusun Blang Perak, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Sabtu, (26/11/2022).
Informasi sekira 30 ekor gajah liar mengobrak-abrik kebun sawit milik Rajali warga setempat. Warga dan Babinkamtibmas Polsek Rantau Peureulak beraksi mengusir binantang berbelalai itu dengan menggunakan mercon.
Kemudian Bhabinkamtibmas Polsek Ranto Peureulak, Polres Aceh Timur berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Conservation Response Unit (CRU) dan Forum Konservasi Lauser (FKL) untuk melakukan penghalauan gajah.
“Gangguan gajah hanya bisa diatasi dengan cara dihalau menggunakan suara dentuman mercon, karena satwa ini tidak bisa ditangkap, karena gajah merupakan satwa dilindungi,” kata Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah, S.I.K.
AKBP Andi menyebutkan, penggunaan mercon ini dilakukan untuk mencegah agar gajah tidak memasuki areal perekbunan masyarakat.
“Satu-satunya cara untuk menghalau kawanan gajah efektif dengan menggunakan mercon, karena tidak melanggar atuaran. Kita mengimbau kepada masyarakat menguanakan cara-cara yang dibenarkan untuk mengusir kawanan satwa tersebut,” harap Kapolres Aceh Timur.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menangkap, memasang jerat, memasang kabel berarus listrik dan membunuh satwa dilindungi tersebut dengan cara apapun.
“Satwa dilindungi diatur dalam undang-undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 (UU Konservasi Hayati) beserta peraturan turunannya. Bagi pelanggar dapat dijerat dengan ancaman sanksi pidana penjara maksimal sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp200 juta,” demikian Kapolres Aceh Timur AKBP Andi Rahmansyah.
Hal senada juga dikatakan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto melalui sambungan teelpon, kepada freelinenews.com, pihaknya dari CRU telah turun ke lokasi guna melakukan penggiringan gajah liar tersebut.
Sambungnya, untuk penggunaan mercon juga ada teknisnya agar tidak menyakiti satwa liar tersebut. “Karena saat satwa itu tersakiti, maka akan memperparah konflik satwa dengan manusia. Untuk itu kita mengimbau masyarakat untuk mengunakan cara-cara yang tidak menyakiti, melukai dan membunuh satwa dilindungi tersebut, karena bersalahan dengan hukum,” demikian papar Agus Arianto. []