FREELINENEWS.COM | Aceh Timur – Obrolan kami lewat sambungan seluler disambut suara ombak pantai, terkadang suara terdengar terputus-putus karena kurang sinyal ponsel. Maklum sahabat saya TA (51) berada di tambaknya yang jauh dari keramaian kota dan pemukiman warga.
Ini alasan paling penting, kenapa TA memilih isolasi di tambak ikan miliknya, karena di rumah TA selain ada anak-anak, dirumah beliau juga ada ibu nya dalam kondisi sakit diabetes dan jantung. Menurutnya isolasi mandiri di tambak seorang diri adalah hal yang lebih baik dan tepat, agar tidak tertular kepada keluarganya, apalagi kepada orang tua kita yang sedang sakit.
“Hidup sendirian di tambak sudah terbiasa baginya, karena masa konflik Aceh dulu, beliau telah terbiasa berbulan-bulan dihutan belantara Aceh Timur,” kisah TA, seraya tertawa.
Kepada penulis TA mengakui, sebelum dirinya dinyatakan positif Covid-19, beliau tidak ada riwayat berpergian keluar kota atau daerah pendemi yang telah dinyatakan zona merah. Ketika lebaran Idul Adha, akuinya, Ia bersama keluarganya hanya kerumah orang tuanya saja, masih dalam Kabupaten Aceh Timur, alias daerah zona hijau.
TA tidak tahu di mana dirinya tertular virus Corona hingga dirinya keluar hasil swab positif.”Lumrah, jika kita tidak mengetahui di mana kita tertular virus yang ukurannya 150 nano tersebut, jangankan virus sekecil itu, terkadang saat kita digigit pacet saja kita tidak tahu. Baru kita ketahui ketika sampai di rumah, terlihat di kaki kita sudah ada darah bekas digigit pacat,” papar TA.
Bicara pakai masker, TA mengakui bahwa dirinya sangat terbiasa menggunakan masker, sebelum pendemi ini, beliau mengakui sangat sering mengunakan masker ketika mengendrai sepeda motor, apalagi di masa pandemic seperti sekarang ini, masker telah menjadi rutinitasnya sehari-hari saat keluar dari rumah.
Hampir 30 menit kami berbincang lewat sambungan telepon, semangat TA tidak pudar kendati pun beliau sedang menjalani isolasi mandiri. Penulis sempat bertanya, bagaimana menghadapi kondisi ini dengan perasaan yang sangat tenang,?.
Lansung saja TA menjawab. ”Meski saya dinyatakan positif Corona, saya tetap posititif thinking. Karena yang menyatakan saya positif, bukan setingkat perawat atau dokter tanpa hasil tes laborotorium. Tapi yang menyatakan saya positif adalah hasil swab saya di lab, maka saya tetap patuhi menjalani isolasi sesuai dengan arahan protokol yang telah ditetapkan pemerintah dengan selalu berfikir positif, ” tegasnya.
Ia menambahkan, berfikir positif dan berperasaan positif (Positif Thinking) merupakan salah satu cara melawan Positif Covid-19 yang paling utama. Menurutnya, dengan positif thinking, dapat membantu mengatasi stres dengan lebih cepat dan efektif. “ Seorang pesakit jika bertambah panik, maka akan bertambah stress dan dapat memperburuk kesehatannya,” papar TA dengan nada serius.
Lanjutnya, ketika seorang yang selalu positif thinking, Ia akan terus berusaha dengan sepenuh hati dan berkonsentrasi melawan positif covid. “Maka hati-hati dengan pikiran negatif karena pikiran tersebut akan menganggu konsentrasi terhadap apa yang kita hadapi saat ini. Bahasa kecilnya jangan panik, santai dan selalu berdoa, kuatkan imun dengan olahraga, istirahat cukup dan kosumsi mekanan bergizi, karena virus corona itu Insya Allah dapat dilawan dengan mematuhi protocol kesehatan,” ketus TA.
Tak terasa, hampir satu jam perbincangan kami lewat sambungan seluler, diakhir perbincangan TA juga mengaku tidak pernah takut menghadapi positif corona. Ia tetap semangat, seraya Ia mencontohkan, takut menghadapi positif corona itu ibarat takut kepada “Lori Hantu”. Kerena penulis juga pernah merantau ke negeri jiran Malaysia, maka penulis juga kenal dengan namanya “Lori Hantu” yaitu Dumtruk dalam peroyek besar di Malaysia yang tidak mempunyai lampu sen lampu rem dan tidak ada arah jalan dalam proyek.
Lanjut TA, kerana lori hantu tidak ada lampu rem, lampu sen, dan tidak ada aturan berjalan maka kita takut berjalan dibelakangnya, maka disebut lori hantu. “ Nah kenapa kita tidak takut mengenderai kendaraan di jalan raya, meski kita tahu angka kecelakaan cukup banyak. Karena kendaraan yang berjalan di jalan raya lengkap dengan lampu sen, lampu rem, jalannya ada rambu, pengemudi diatur dengan aturan berlalulintas,” kata TA.
Begitu juga saat dirinya menjalani isolasi mandiri, kenapa TA tidak takut, karena beliau sudah tahu tetang virus corona, yang belum ditemukan vaksin itu, dapat disembuhkan dengan berdoa, memperkuat imun, makan makanan bergizi, cukup istirahat, sering berolahraga, dan positif thinking, makanya TA tidak panik saat menghadapi isolasi mandiri, meski sendirian di gubuk tambaknya.
Diakhir ceritanya, TA juga mengajak penulis dan teman-teman lainnya yang belum positif, untuk selalu patuhi rambu-rambu alias protocol covid-19 dengan menggunakan masker, jaga jarak, tidak berkerumun, patuhi protocol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah, berusaha untuk terus mencegah karena kita tidak tahu dimana virus kecil itu berada,” pungkas TA. (Tamat)