[dropcap]T[/dropcap]anah liat dapat menghasilkan karya seni gerabah bernilai tinggi, seperti yang digeluti Aswan warga Blok G Nomor 06 Dusun Serambi Indah, Gampong Serigit, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa. Seni terapan gerabah telah menjadi rutinitas Aswan bersama kelurganya.
Sejak tahun 2007 hingga saat ini, Sanggar Asri yang dirikan Aswan telah menghasilkan berbagai karya seni gerabah untuk kebutuhan perkakas rumah tangga, seperti kendi, periuk, belanga, pot, celengan dan berbagai benda ukiran gerabah lainnya.
Seperti diceritakan kepada freelinenews.com, pada Kamis (03/2/2022) petang, awalnya Aswan mendirikan Sanggar Asri ini pada tahun 1991. Awalnya ia berfokus pada kerajinan seni lukis, taman dan ukir kayu. “Pada tahun 2007 baru saya mulai menjajaki kerajinan gerabah ini, karena dari hasil pantauan saya, belum adanya masyarakat Aceh yang membuka usaha kerajinan gerabah seperti ini,” kata Aswan.
Tambah Aswan, ia tertarik seni terapan gerabah, karena bahan baku tanah liat cukup tersedia di kawasan Kota Langsa dan sekitarnta. Ia merasa bahwa kerajinan gerabah ini memiliki potensi tinggi di pasaran Kota Langsa dan kabupaten / lainnya di Aceh.
Berbekal ilmu pembutan seni tarapan gerabah yang diperolehnya di Jogjakarta, kini Aswan bersama istri dan anaknya mampu menghasilkan 200 buah kerajinan gerabah tipe besar dan untuk yang kecil 100 buah dalam setiap satu kali produksi. Gerabah hasil karya Aswan dan kelurganya dijual dengan harga dari Rp20 ribu sampai dengan Rp1.7 juta/unit, tergantung bentuk dan besarnya.
Membuat motif semenarik mungkin merupakan salah satu cara Aswan untuk menarik pembeli ditengah lebih banyaknya pilihan konsumen untuk mengisi dan menghias barang rumah tangga selain dengan gerabah.
Upaya meletarikan seni tarapan gerabah, Aswan bukan orang yang pelit ilmu. Sebelum pandemi, Aswan juga mengajarkan pembuatan seni terapan gerabah ini kepada para siswa siswi yang ingin belajar secara gratis. “Harapan saya, seni terapan gerabah ini dapat diteruskan oleh generasi-generasi akan dapat dan dapat dilestarikan,” kata Aswan.
Menurut para ahli budaya, gerabah merupakan kebudayaan yang universal (menyeluruh), artinya gerabah ditemukan di mana-mana, hampir di seluruh dunia. Perkembangannya bahkan juga penemuannya muncul secara individual di tiap daerah tanpa harus selalu mempengaruhi. Terdapat kemungkinan bahwa masing-masing bangsa menemukan sendiri sistem pembuatan gerabah tanpa adanya unsur peniruan dari bangsa lain.
Mengutip buku Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno oleh Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, gerabah atau tembikar di Indonesia sudah ada sejak zaman Neolitikum yang ditemukan dibeberapa tempat di Indonesia.
Sisa-sisa gerabah dari sejak bercocok tanam telah ditemukan di Banyuwangi (Jawa Timur), Kelapa Dua Bogor (Jawa Barat), Kalumpang dan Minanga Sipakka (Sulawesi), dan disekitar danau Bandung (Jawa Barat).
Teknik pembuatan gerabah dari masa tersebut masih sangat sederhana, yaitu dengan teknik tangan dan pembakaran tradisional. Pembakaran tradisional adalah pembakaran secara terbuka, dalam lubang dangkal beralas tanah liat dengan api rerumputan menyala. Teknik pembuatan gerabah seperti itu masih digunakan sampai sekarang oleh sebagian perajin keramik di Indonesia.
Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan produksi barang kerajinan gerabah adalah tanah liat. Bahan penolong atau perlengkapan produksi terdiri dari pasir, kayu bakar, simir, kiolin, semen warna, minyak tanah dan cat.
Sedangkan peralatan yang digunakan dalam proses produksi adalah unit pengelolaan bahan baku, tungku pembakaran, alat putar, pompa air, kuas dan pisau gores. Pada proses pembakaran didiamkan selama 1 sampai 2 hari, lalu tanah liat digiling agar lebih rekat dan liat.
Gerabah sendiri dalam penggunaannya sebagai wadah, terutama untuk penyimpanan, persiapan, pergerakan dan penyajian makanan. Berikut ini adalah beberapa fungsi gerabah dalam kehidupan sehari-hari, terutama fungsi gerabah dalam budaya Indonesia, yang perlu ketahui:
- Fungsi gerabah sebagai alat untuk upacara keagamaan.
Gerabah, biasanya berbentuk cawan atau kendi, digunakan sebagai sarana-sarana upacara seperti misalnya sebagai sarana meletakan air suci, dan lain sebagainya.
- Fungsi gerabah sebagai alat rumah tangga.
Dalam fungsi sebagai alat-alat rumah tangga, gerabah antara lain digunakan sebagai alat memasak atau wadah-wadah seperti kendi untuk menampung udara, wadah untuk wadah makanan, gelas untuk wadah minuman, tungku untuk memasak, dan sebagainya.
- Fungsi gerabah sebagai perhiasan dan penanda status.
Pada masa Jawa Kuno, gerabah keramik digunakan sebagai penanda status. Pada masa itu, keramik-keramik asing adalah barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh kaum-kaum bangsawan tertentu seperti raja. []
Sumber : Buku Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno oleh Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia