BANDA ACEH |FREELINE NEWS – Kalimat “Gajah Mati Meninggalkan Gading”, ternyata bukan hanya tertulis sebagai pepatah. Akan tetapi itu adalah sebuah fakta, ketika Bunta (gajah jinak penghuni CRU Bunin Serbajadi) mati dibunuh dengan cara diracun, juga meninggalkan gading.
Dua gading yang ditinggalkan Bunta berukuran 148 cm, dan 126 cm dan potongan gading 46 cm, kemarin Kamis (24/1) diserahkan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Timur Abun Hasbullah Syambas SH, MH didampingi Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, di Kantor BKSDA Aceh, Jl. Cut Nyak Din Banda Aceh.
Kajari Aceh Timur di sela-sela acara penyerahan gading Bunta mengatakan, penyerahan barang bukti gading ini merupakan salah satu amar putusan hakim Pengadilan Negeri Idi dalam kasus pembunuhan Bunta.
“Ini merupakan kelanjutan setelah terpidana yang terlibat pembunuhan Bunta atas nama Alidin dan Bakwan divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda 100 juta subsidair 6 bulan kurungan,” kata Kajari Idi.
Tambah Kajari Idi, gading Bunta tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan konservasi, serta bisa menjadi barang bukti lagi jika dua orang DPO kasus Bunta tertangkap.
Sementara itu, Kepala Balai KSDA Aceh Sapto Aji Prabowo yang menerima penyerahan gading gajah Bunta, menyampaikan terima kasih, dan penghargaan atas dukungan aparat penegak hukum di Aceh Timur dalam upaya memerangi kejahatan terhadap satwa liar dilindungi,.
“Harapan kita agar DPO yang masih melarikan diri dapat segera tertangkap. Begitu juga halnya dengan kasus-kasus pembunuhan gajah lainnya di Aceh, semoga dapat terungkap,” ujar Sapto.
Lanjut Kepala BKSDA Aceh, dalam kasus pembunuhan gajah Bunta ini, Direktur Jenderal KSDAE Wiratno, menyampaikan apresiasi secara tertulis kepada Kejari Aceh Timur, PN Idi dan Polres Aceh Timur, atas kecepatan pengungkapan serta vonis yang merupakan salah satu tertinggi di Indonesia dalam kasus pidana satwa liar.
BACA JUGA : Polisi Gerebek Persembunyian Terduga Penjual Sabu
Sapto Aji Prabowo kepada Freelinenews menambahkan, agar peristiwa yang terjadi terhadap Bunta di Aceh Timur, tidak terulang lagi terhadap gajah jinak dan gajah liar lainnya di rimba tanah Serambi Mekkah ini.
“Gajah merupakan binatang yang telah menjadi lambang dalam sejarah Aceh masa lampau. Sejak zaman Raja Aceh, Sulthan Iskandar Muda, beliau adalah seorang kesatria penunggang gajah yang gagah dan berani kala itu. Hari ini kita sebagai anak cucunya harus mengikuti jejak Indatu kita untuk melestarikan satwa kebanggaan kita itu,” ungkap Sapto. (*)