[dropcap]B[/dropcap]eberapa dari kita pasti pernah mengalami, ketika di rumah tiba-tiba ada yang mengucapkan salam dan muncul seorang anak belasan tahun memakai baju koko, sarung dan peci. Di tangannya ada sebuah amplop, di tangan lainnya ada seberkas dokumen berstempel yang tersusun rapi dalam sebuah map. Kita langsung paham maksud kedatangannya.
Keaadaan itu sesungguhnya mengintimidasi kita. Di satu sisi memberi sesuatu (mengisi amplop yang ia sodorkan) itu sama saja kita ikut terlibat dalam kegiatan yang seharusnya tidak melibatkan anak-anak. Di sisi lain membiarkannya begitu saja juga tidak sampai hati melihat wajah polosnya menanggung sedikit rasa malu atau salah tingkah.
Pelibatan anak-anak sebagai Sales Pahala itu memprihatinkan! Secara tidak langsung itu mengajari mereka cara mendapatkan uang dengan mudah tanpa pekerjaan khusus. Apalagi dia mendapat bagian sebagai uang jasa atas upayanya. Ini juga bisa berdampak pada anak-anak lain yang bisa saja mengharapkan antrian untuk ditugaskan, karena ada bagian.
Anda mungkin terkejut mengetahui bahwa pengalaman beberapa aktivis pemerhati anak mendapatkan kenyataan memilukan di lapangan. Di beberapa kasus, anak-anak yang ditugaskan sebagai Sales Pahala untuk Lembaga, sedianya dia bekerja sesuai arahan pimpinan. Tapi kemudian, karena merasa uang jasa yang tidak sebanding atau melihat itu sebagai sebuah peluang, atau faktor-faktor lainnya, si Anak kemudian melakukan hal yang sama tapi untuk kepentingan pribadinya. Bisa saja ia tetap membawa amplop berstempel.
Maka pimpinannya berhasil mendidiknya untuk menjadi Sales Pahala…Selanjutnya Sales Pahala Bagian 4