Musibah banjir yang melanda Aceh beberapa waktu terakhir kembali mengingatkan kita bahwa bencana alam bukan lagi sekadar kejadian musiman, melainkan persoalan kompleks yang berkaitan dengan perubahan iklim, pengelolaan lingkungan, dan kesiapsiagaan pemerintah daerah.
Setiap kali hujan deras mengguyur wilayah Aceh, masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir harus kembali menghadapi ancaman meluapnya sungai, kerusakan rumah, hilangnya mata pencaharian, sekolah lumpuh, dan terputusnya akses transportasi, yang meninggalkan jejak psikologis, kesehatan, dan ekonomi yang tak mudah hilang.
Pada situasi inilah kualitas kepemimpinan daerah diuji, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi melalui tindakan nyata yang cepat, tepat, dan berpihak pada masyarakat terdampak.
Di tengah situasi genting tersebut, respons cepat Bupati Bireuen, bapak H. Mukhlis, ST menjadi sorotan positif bagi banyak pihak. Ketika sebagian wilayah Bireuen dilanda genangan dan beberapa desa terisolasi, langkah sigap pemerintah kabupaten dalam menurunkan tim ke lapangan menunjukkan bahwa penanganan bencana tidak dapat menunggu.
Tindakan cepat ini bukan sekadar rutinitas administratif, tetapi cerminan dari kesadaran seorang pemimpin bahwa bencana menyentuh kehidupan manusia secara langsung. Setiap menit yang berlalu tanpa tindakan dapat berarti bertambahnya kerugian, meningkatnya risiko keselamatan, bahkan menyangkut nyawa warga.
Dalam kondisi yang mengkhawatirkan itu, respons cepat dari Bupati menjadi figur yang terlihat hadir di lapangan—memberikan warna berbeda dalam penanganan bencana. Kehadiran seorang pemimpin di saat masyarakat mengalami krisis memiliki makna lebih dari yang terlihat. Ia bukan hanya simbol administratif, tetapi representasi rasa aman, perlindungan, dan kepedulian yang menjadi pilar kepercayaan masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks kesehatan masyarakat, banjir memicu serangkaian risiko: penyakit berbasis air, penurunan kualitas hidup, gangguan sanitasi, hingga trauma pada kelompok rentan.
Ketika banjir melanda, waktu adalah faktor kritis. Setiap menit penundaan dapat meningkatkan risiko kesehatan: anak-anak bermain di air kotor, warga kekurangan air bersih, lansia terisolasi di rumah yang tergenang, dan penyakit seperti diare, leptospirosis, maupun infeksi kulit dapat menyebar dengan cepat. Respons cepat pemerintah daerah dalam menurunkan tim evakuasi dan membantu warga mengungsi adalah langkah fundamental dalam mencegah terjadinya masalah kesehatan lanjutan.
Sebagai contoh, tumpukan sampah pascabanjir sering kali menjadi tempat berkembang biak vektor penyakit seperti nyamuk. Ketika sampah menumpuk di lingkungan yang masih lembap, potensi munculnya demam berdarah dan malaria meningkat tajam. Oleh sebab itu, inisiatif cepat pemerintah daerah dalam membersihkan lingkungan terdampak mencerminkan pemahaman dalam mencegah berbagai penyakit berbasis lingkungan.
Sampah yang tidak terkelola dapat mencemari air tanah, mengganggu sistem drainase, dan meningkatkan risiko penyakit diare serta infeksi saluran pencernaan. Upaya pemerintah daerah untuk bergerak cepat dalam membersihkan lingkungan mencerminkan praktik kesehatan masyarakat yang baik: membangun lingkungan sehat untuk masyarakat yang sehat, pencegahan selalu lebih efektif dan lebih murah dibanding pengobatan.
Dalam menangani masalah tersebut, kolaborasi antar instansi sangatlah penting, terumata dengan Dinas Kesehatan. Dalam hal ini Ketua TP-PKK Kabupaten Bireuen Ny. Sadriah Mukhlis S.K.M, M.K.M yang selalu mendampingi Bupati Bireuen juga merupakan seorang tenaga kesehatan, saat ini bertugas sebagai Kabid Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, bergerak cepat dalam mengatasi masalah kesehatan yang muncul akibat bencana banjir, dengan melakukan aksi turun langsung ke lokasi banjir, menemui warga, dan mendengarkan kebutuhan mereka menciptakan ruang emosional di mana masyarakat merasa tidak sendirian. Ini adalah bagian dari community resilience, salah satu indikator penting dalam kesehatan masyarakat modern.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak wilayah di Aceh, termasuk Bireuen, berada pada kontur geografis rawan banjir. Pemukiman yang tumbuh di daerah dataran rendah, penurunan daya serap tanah, serta kebiasaan membuang sampah sembarangan memperburuk kondisi. Namun, bencana seperti banjir menyampaikan pesan penting: bahwa kesehatan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kualitas lingkungan tempat masyarakat tinggal. Lingkungan yang buruk melahirkan risiko kesehatan yang tinggi. Dalam konteks ini, upaya pemerintah Bireuen untuk memperbaiki infrastruktur pascabencana menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Drainase yang baik, jembatan yang kuat, sungai yang dinormalisasi, serta daerah resapan air yang dipulihkan adalah investasi kesehatan. Infrastruktur bukan hanya bangunan fisik; ia adalah sistem pendukung kehidupan masyarakat. Perbaikan infrastruktur pascabanjir berarti memperbaiki jalur distribusi bantuan kemanusiaan, obat, akses ambulans, mobilitas tenaga kesehatan, serta konektivitas antar desa yang sangat penting pada kondisi darurat kesehatan.
Dalam konteks jangka panjang, banjir di Aceh harus menjadi momentum untuk memperkuat mitigasi bencana berbasis kesehatan. Kesiapsiagaan bukan hanya soal respon cepat, tetapi juga edukasi masyarakat tentang kebersihan, pola buang sampah, pentingnya menjaga saluran air, serta menanam pohon untuk meningkatkan daya serap tanah. Peran Bupati dan pemerintah daerah menjadi krusial dalam memastikan bahwa edukasi ini berjalan dan diterima masyarakat.
Ketika pemimpin daerah hadir di tengah masyarakat yang terdampak, memberikan arahan dan memastikan semua unsur pemerintah bergerak, hal itu menunjukkan model kepemimpinan promotif dan preventif. Kepemimpinan seperti ini adalah tulang punggung kesehatan masyarakat. Ia tidak hanya menyelesaikan masalah yang sedang terjadi, tetapi menanam benih perubahan perilaku yang lebih sehat untuk masa depan.
Musibah banjir Aceh kali ini memberi kita banyak pelajaran: tentang kekuatan masyarakat, tentang pentingnya gotong royong, tentang betapa penting nya infrastruktur yang tangguh, dan tentang kepemimpinan cepat tanggap yang dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Di tengah krisis, masyarakat membutuhkan figur pemimpin yang muncul, tidak hanya memberikan instruksi dari kejauhan, tetapi turut memastikan bahwa setiap keluarga mendapatkan bantuan dan lingkungan segera dipulihkan.
Ketika kita berbicara tentang kesehatan masyarakat, yang kita maksud bukan hanya tentang bebas penyakit, tetapi kemampuan masyarakat untuk hidup dalam lingkungan yang aman, bersih, sehat, dan didukung oleh sistem pemerintahan yang responsif. Respons cepat Bupati Bireuen menjadi gambaran bahwa kepemimpinan yang aktif dan hadir dapat membuat penanganan bencana lebih manusiawi dan lebih efektif.
Aceh akan selalu memiliki tantangan bencana di masa depan. Namun, dengan pemimpin yang sigap, masyarakat yang saling membantu, serta strategi kesehatan masyarakat yang kuat, setiap musibah dapat dihadapi dengan lebih siap. Dan dari banjir kali ini, kita belajar bahwa kepedulian seorang pemimpin dapat menjadi cahaya harapan di tengah air yang meluap.[]
Biodata Penulis
Nama : Elviani Novasari
NPM : 250720101100012
Mahasiswa S2 Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran – Universita Syah Kuala
Tahun 2025












