FREELINENEWS.COM | LANGSA – Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Nasruddin angkat bicara terkait Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) nomor 16 tahun 2022 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara RI.
“Kita menilai Permen tersebut mematikan ekonomi nelayan tradisonal. “Pasalnya, kita tahu bahwa tiga komuditi biota laut ini merupakan sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tradisional dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,” kata Nasruddin dalam relis pers yang diterima freelinenews.com, Rabu (02/10/2022).
Lanjut Nasruddin, selama ini biota jenis kepiting yang berada pada ekosistim pinggiran laut atau rawa, adalah salah satu mata pencarian nelayan tradisional.
“Bila Pemerintah membatasi atau mengatur proses penangkapannya, ini sama artinya pemerintah telah mematikan sumber ekonomi nelayan,” papar pria kelahiran Indra Makmur tersebut.
Menurut Nasruddin, dengan keluarnya Permen KP tersebut yang mengatur proses penangkapan dan lalulintas pengeluaran hasil tangkapan biota Lobster, Kepiting dan Rajungan ini menghabat masyarakat nelayan tradisioan untuk menentukan dan memilah tangkapan mereka ada kecil besarnya.
Anehnya, kata Nasruddin, tangkapan yang dilarang adalah hasil maksimal yang diinginkan oleh nelayan karena memiliki nilai jual ekonomi tinggi. Seperti kepiting bertelur atau nelayan mengistilahkan dengan kepiting jumbo, kondisi ini perburuan utama nelayan untuk nilai jual tinggi.
“Jika ukuran dibatasi, sistem penangkapan diatur, tentunya hasil tangkapan kepiting masyarakat akan berkurang. Sebab, Nelayan tradisional sangat sulit untuk mendapatkan kepiting dengan ukuran diatas diameter 12 centimeter dan ini sama halnya membunuh ekonomi masyarakat,” tegas Nasruddin.
Nasruddin memberikan solusi, seharusnya pemerintah menyelamatkan ekonomi masyarakat dalam mengeluarkan regulasi. Bukan malah semakin menyulitkan masyarakat, apalagi dalam situasi negara pasca Covid-19.
“Harapan kita kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI, untuk meninjau kembali Permen nomor 16 tahun 2022 tersebut. Jangan sampai aturan ini menyulitkan masyarakat dalam mengupayakan poetensi daerah sebagai sumber ekonomi,” demikian Direktur FPRM Nasruddin. []