FREELINENEWS.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk memberikan santunan bagi para pegawai yang bekerja di sektor swasta namun gajinya di bawah Rp 5 juta.
Tak tanggung-tanggung, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dikabarkan bakal memberikan alokasi santunan tersebut hingga 6 bulan.
Skema ini masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Nantinya setiap masyarakat yang bergaji di bawah Rp 5 juta dan bergerak di sektor-sektor yang ditetapkan pemerintah maka akan diberikan santunan tambahan selama 6 bulan lamanya.
Rencana tersebut terungkap dan tengah difinalisasi. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan tambahan bantuan seperti voucher makanan hingga sektor pariwisata.
“Insyallah, tunggu tanggal mainnya ya,” kata Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, seperti dilansir CNBC Indonesia, Selasa (4/8/2020).
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai bantuan kepada masyarakat dalam bentuk uang tunai atau cash transfer lebih penting dibandingkan dengan bantuan sosial, seperti bantuan sembako.
“Untuk menjaga daya beli kelas menengah rentan miskin juga wajib diberikan bantuan negara. Artinya bukan hanya mereka yang jatuh di bawah garis kemiskinan yang berhak,” kata Bhima, seperti dikutip CNBC Indonesia.
Dalam mendorong daya beli masyarakat, menurut Bhima, pemerintah juga bisa memberikannya dalam bentuk voucher makanan, namun diperkirakan dengan voucher makanan, biaya operasionalnya juga akan lebih besar.
Oleh karena itu, Bhima menyarankan untuk memberikan BLT sehingga masyarakat rentan dapat membeli sendiri makanan sesuai kebutuhannya.
“Dana bisa dicari dari penghematan belanja kementerian/lembaga, termasuk pembubaran lembaga setara kementerian. Uangnya tersedia,” jelas Bhima.
Pemerintah juga bisa memberikan susbsidi gaji kepada karyawan yang rentan kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bhima menyarankan kepada pemerintah untuk mengalihkan program kartu prakerja untuk santunan kepada korban yang kena PHK atau dirumahkan.
“Itu kartu prakerja dananya bisa dialihkan 100% untuk santunan PHK, daripada buat pelatihan yang mutunya rendah,” kata dia melanjutkan.
Mengenai BLT sebelumnya juga sudah disarankan oleh Ekonom Senior Faisal Basri dan Menteri Keuangan (2013-2014) Chatib Basri.
Ekonom Senior Faisal Basri menilai, belanja pemerintah dalam perlindungan sosial penanganan covid-19, terutama bantuan sembako tidak berdampak luas terhadap rakyat kecil. Seharusnya, bantuan kepada masyarakat bisa diberikan dalam BLT, di mana masyarakat yang menerima nantinya bisa langsung membelikan kebutuhannya di warung-warung dan pasar tradisional, yang pada akhirnya hal itu bisa menggerakkan ekonomi rakyat kecil.
“Rakyat sepatutnya dikasih uang, keluarga yang memiliki anggota keluarga dibates gak butuh beras dan gula. Keluarga yang memiliki bayi, akan alokasikan buat beli susu. Seluruh rakyat dipukul rata, dikasih mie instan, gula, beras, yang mungkin gak ada gunanya,” ujarnya.
Sementara itu, Chatib Basri mengungkapkan berdasarkan hasil kajiannya yang berkaitan dengan permintaan konsumsi dan investasi. Oleh karena itu, Chatib menyarankan agar pemerintah bisa sebar bansos melalui BLT untuk menjaga daya beli masyarakat.
Berdasarkan kajiannya secara kuantitatif, Chatib yang juga merupakan Ekonom Universitas Indonesia (UI) menemukan jawaban dari dua pertanyaan penting. Apakah sektor investasi yang mendorong konsumsi atau konsumsi yang mendorong investasi.
“Studi kuantitatif, bahwa konsumsi meningkatkan permintaan dan investasi meningkatkan produksi. Hasilnya ternyata konsumsi mendorong investasi dan bukan sebaliknya,” jelas Chatib dalam sebuah diskusi virtual, Senin (20/7/2020). (*)