Pasca tsunami dan pasca perdamaian Aceh, serasa masyarakat Aceh melepas lelah seraya ngumpul bareng menikmati kopi di warung-warung kopi yang bertebaran di Kota Banda Aceh dan kota-kota lainnya di Aceh.
Cerita warung kopi di Aceh sudah menjadi kearifan lokal sejak masa penjajahan tempoe dulu. Bahkan di penghujung perjuangan Teuku Umar Johan Pahlawan, pernah mengsiyaratkan semangat kepada pasukannya dengan kata-kata;“Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid”
Kalimat tersebut tersurat pada prasasti di Desa Meugoe, Meulaboh, Aceh Barat. Dari kalimat dapat penulis simpulkan ahwa budaya minum kopi di warung kopi Aceh sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu.
Tradisi minum kopi di warung sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari. Ketika konflik Aceh berkecamuk, budaya ‘ngopi’ juga tidak pernah hilang ditengah-tengah masyarakat Aceh.
Kendatipun jam malam diberlakukan di seluruh Aceh saat itu, tapi masih ada juga masyarakat yang ngumpul di warung kopi saat malam atau siang hari. Bahkan kolong meja warung kopi kerap menjadi tempat persembunyian ketika kontak senjata terjadi antara pasukan GAM dan TNI.
Apalagi hari ini, ketika Aceh dalam kondisi damai, ribuan warung kopi dipadati mayarakat menikmati mantapnya kopi sanger Aceh, dan kupi ulee kareng. Bahkan kalimat “Jep Kupi Bek Pungo” kerap diucapkan generasi melenial Aceh saat ini.
Warung kopi di Aceh punya makna tersendiri. di daerah lain di Indonesia penikmat kopi paling lama di warung kopi sekitar 30 menit saja, kemudian bubar. Di Aceh satu gelas kopi bisa berjam-jam, apalagi ada pembahasan yang menarik diperbincangkan.
Warung kopi di Aceh bukan saja digunakan untuk menikmati secangkir kopi, namun warung kopi di Aceh juga menjadi ajang tempat berdiskusi, musyawarah, reuni dan tempat membicarakan persoalan bisnis. Selama ini warung kopi juga kerap di jadikan tempat pengajian rutin.
Di Kota Idi Rayeuk dan sekitarnya, ada salah satu organisasi pengajian yang diberi nama Himpunan Ulama Aceh (HUA), Komunitas pengajian ini kerap menggelar pengajian dari warung ke warung kopi saat malam hari atau sore hari.
Jadi kalau kita tafsirkan kalimat “Jep Kupi Bek Pungo” sangat tepat sekali, karena sarana warung kupi di Aceh dapat mencerdaskan anak bangsa, berfikir positif, manambah wawasan, serta dapat menggurangi strees.
Menurut beberapa penelitian, kopi ternyata memiliki manfaat yang baik bagi mereka dengan masalah mental. Seperti dilansir Kemenkes.go.id, bahwa kopi dapat Merangsang Rasa Bahagia, Untuk Membantu Menurunkan Depresi, Terhindar dari Kecenderungan Putus Asa, Menajamkan Daya Ingatan, Memperbaiki Fokus, Antioksidan untuk Menghindari Risiko Penyakit Saraf.
Makanya “Jep Kupi Bek Pungo” (Minum Kopi Jangan Gila), masih engak percaya manfaat kopi seperti penulis uraikan di atas klik : https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1380/kopi-dan-kesehatan-mental. []