Editorial

Kisah Tauladan, Tiga Kesalahan Syaidina Umar Menggrebek Kemaksiatan

Sadarkah kita, menggrebek kemakasiatan atau mengintip kesalahan orang lain ternyata membuat diri kita berada dalam tiga kesalahan juga.

Kemarin, ketika penulis ngopi bareng dengan Ketua MPU Aceh Timur Abi Nawawi atau yang akrap disapa Abi Beunoet, beliau bercerita kisah Amirul Mukminin Umar Bin Khattab ketika dalam perjalanan beliau mencurigai kemaksiatan yang terjadi di dalam rumah seorang pria.

Cerita Abi Beunot, karena Syaidina Umar seorang Kahlifah yang tegas dan ia sebagai pemimpin. Kahlifah Umar telah memastikan dalam rumah tersebut ada seorang pria yang sedang berbuat kemungkaran meminum arak.

Dipicu perasaan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, Syaidina Umar menerobos masuk ke dalam rumah dengan memanjat atap rumah, lantaran pintu rumah itu terkunci rapat. Dijumpainya si pria tersebut memang sedang melakukan maksiat minum khamar.

Melihat Syaidina Umar telah berada di dalam rumahnya dan masuk lewat atap. Lalu pria pemilik rumah marah. Di hadapan Umar bin Khattab pria itu mengaku kesalahan yang telah dibuatnya. Tetapi menurut pria itu kesalahan yang dilakukannya hanya satu.

Lalu pria itu berujar kepada Kahlifah Umar, “Wahai Khalifah aku telah melakukan satu dosa dan saya akui perbuatan saya ini maksiat, tapi engkau telah berbuat tiga kesalahan sekaligus, wahai Amirul Mukminin,” ujar pria tersebut.

Lanjut pria itu, menjelaskan, kesalahan pertama Khalifah Umar dinilai telah mencari-cari keburukan orang lain, yang jelas dilarang dalam Al- Quran surat Al- Hujarat 12.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (Al- HUjarat: 12).

Kedua, ia memasuki rumah orang lain dengan memanjat dan tidak melalui pintu seperti yang diperintahkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah:189.

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Al- Baqarah :189)

 Ketiga, Syaidina Umar masuk ke rumah orang lain tanpa izin dan tanpa mengucapkan salam, padahal Allah memerintahkannya dalam Al-Quran surat Al-Nur: 27.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (Al- Nur : 27).

Menyadari kesalahan tindakannya, Khalifah Umar Bin Khattab akhirnya meninggalkan rumah orang tersebut dan hanya menyuruhnya bertobat.

Kata Abi Beunoet, kisah ini tertulis dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin karangan Iman Al Ghazali. Setelah kejadian itu, Umar Bin Khatab mengumpulkan sahabat untuk diajak bermusyawarah, dan beliau bertanya,

“Bagaimana jika seorang pemimpin menyaksikan kemungkaran di depan matanya dengan sendirian (tanpa saksi), apakah ia masih terkena kewajiban untuk memberikan hukumanan?”

Sayyidina Ali bin Abu Thalib karramallahu wajhah lantas menjawab, hukuman itu bisa dilaksanakan minimal dengan dua saksi yang adil, tidak cukup hanya satu orang.

Melalui kisah tersebut, Hujjatul Islam Al-Ghazali menyaratkan bahwa nahi munkar (mencegah kemungkaran) hanya bisa dilakukan jika kemunkaran itu terjadi di ruang publik.

Jika kemungkaran dilakukan secara diam-diam di dalam rumah sendiri yang tertutup rapat dan tidak membuat kegaduhan, maka tidak ada hak bagi orang lain untuk menerobos masuk agar bisa menyaksikan kemungkaran tersebut. Artinya, kewajiban nahi munkar gugur.

Kisah tersebut juga mengajarkan bahwa aksi nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang ma’ruf (elegan dan penuh etika). []

Sumber :

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d bloggers like this: